CeritaSyawal Saya & Dia salam aidilfitri maaf zahir & batin pertama syawal tanpa ayah. belajar menguatkan diri. walau masih ada sebak bertamu. masih terbayang gelagat ayah di pagi raya namun bila terpandangkan mak, aku menahan rasa. sebab aku tahu, rindu seorang isteri lebih menebal daripada rindu seorang anak ini. maka jadilah aku si murai
Viewflipping ebook version of BATU BELAH BATU BERTANGKUP published by ROSAIDIY BIN DOLLAH on 2022-03-19. Interested in flipbooks about BATU BELAH BATU BERTANGKUP? ialah cerita-cerita rakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk.
Batubelah batu bertangkup [sumber elektronik] : cerita rakyat dari kepulauan Siantan / BM. Syamsuddin ; penyelaras bahasa, Huri Yani Ilmu nahwu : terjemahan Mutammimah Ajurumiyyah/ Syekh Syamsuddin Muhammad Araa'ini ; diterjemahkan oleh K.H. Moch.Anwar, H. Anwar Abu Bakar
Salahsatu cerita rakyat yang cukup terkenal di Riau adalah cerita rakyat Melayu Batu Belah Batu Betangkup (batu yang telah terbelah kemudian menutup kembali).Cerita rakyat melayu ini telah ditulis dalam sebuah buku untuk lebih memudahkan orang menemukan referensinya. Cerita tersebut tertuang pada buku Cerita Rakyat Melayu keluaran Adicita yang diberi judul Batu Batangkup dengan penceritanya
BungaMelur pun menceritakan tentang Batu Belah Batu. Bertangkup yang telah menelan ibunya itu. Rombongan raja. hadir ke hadapan gua batu tersebut dan raja sendiri memanah. ke dalam gua yang menyeramkan itu. Sejak dari itu tiada. terdengar lagi suara seram dan sebarang pergerakan dari batu.
Guaini digelar batu belah batu bertangkup dan amat ditakuti oleh ramai penduduk kampung. Pintu gua ini boleh terbuka dan tertutup bila diseru dan sesiapa yang termasuk ke dalam gua itu tidak dapat keluar lagi. Suatu masa dahulu di sebuah kampung yang bernama pemangkat yang berdekatan dengan gua ajaib ini, tinggal Mak Tanjung bersama dua orang
TiRjh. Tajuk Cerita Kisah Batu Belah Batu Bertangkup’Terima kasih kepada Tuan Pengerusi Majlis, barisan panel hakim yangarif lagi bijaksana, penjaga masa yang setia, guru-guru dan rakan-rakan yangsaya hormati sekalian. Selamat pagi dan salam sejahtera saya ucapkan. Padapagi yang mulia ini, saya akan menyampaikan sebuah cerita yang bertajuk,Kisah Batu Belah Batu Bertangkup’. Pada zaman dahulukala, ada sepasang suami isteri yang bernama PakMelur dan Mak Tanjung yang bekerja sebagai petani di sebuah mempunyai dua orang anak iaitu Melur dan Pekan. Pada suatu hari,Pak Melur jatuh sakit dan meninggal dunia. Walaupun sedih, Mak Tanjungmasih tabah menjaga kedua-dua anaknya yang masih kecil itu. Pada suatu hari, Mak Tanjung berasa teringin untuk memakan telurikan tembakul. Maka, dia pun pergi ke sungai berhampiran untuk mencari ikantembakul. Dia bernasib baik kerana berjaya menangguk seekor ikantembakul. Dengan perasaan yang gembira dia membawa ikan itu pulang kerumah dan berpesan kepada Melur supaya memasak gulai.“Melur, Pekan, kamu makanlah ikan itu, tetapi tinggalkan telurnyasedikit untuk ibu, ya,” pesan Mak Tanjung. Kedua-duanya pun Mak Tanjung pun keluar ke hutan untuk mencari sedikit ulam sementaraMelur memasak di dapur. Semasa di dalam hutan, Mak Tanjung terlihatseketul batu belah yang sangat mengerikan. Dia teringat cerita-cerita orangtua yang mengatakan bahawa batu belah itu batu berpuaka. Ia akan terbukajika lapar dan akan bertangkup semula setelah mendapat mangsanya. Dalam
INDRAGIRI HILIR, - Salah satu cerita rakyat yang cukup terkenal di Riau adalah cerita rakyat Melayu Batu Belah Batu Betangkup batu yang telah terbelah kemudian menutup kembali. Cerita rakyat melayu ini telah ditulis dalam sebuah buku untuk lebih memudahkan orang menemukan referensinya. Cerita tersebut tertuang pada buku Cerita Rakyat Melayu keluaran Adicita yang diberi judul Batu Batangkup dengan penceritanya Farouq Alwi serta disunting oleh Mahyudin Al Mudra dan ini telah diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2006, dan merupakan kerjasama antara Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dengan Adicita Karya Nusa. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran cerita rakyat tersebut, berikut disajikan ulasan singkatnyaPada zaman dahulu, di sebuah dusun di Indragiri Hilir hiduplah seorang janda bernama Mak Minah dengan ketiga orang anaknya. Anak yang pertama bernama Diang, seorang wanita. Sementara dua orang yang lain adalah laki-laki yang masing-masing bernama Utuh dan Ucin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiga anaknya, MakMinah harus selalu bekerja. Pekerjaan Mak Minah adalah berjualan kayu bakar ke anak Mak Minah sangat nakal. Mereka tidak mau mendengarkan nasihat Mak Minah. Ketiganya kerap membantah perintah dari ibunya. Mereka hanya suka bermain-main saja, bahkan hingga larut malam. Mak Minah sering merasa sedih dengan kelakukan anak-anaknya. Ia sering mendoakan anak-anaknya agar sadar dan mau menghormati orang tuanya. Pada keesokan harinya Mak Minah menyiapkan banyak makanan untuk anak-anaknya. Setelah itu ia pergi ke sungai dan mendekati sebuah batu sambil berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali, layaknya seekor kerang. Orang-orang sering menyebutnya dengan batu betangkup.“Wahai Batu Batangkup, telanlah saya. Saya tak sanggup lagi hidup dengan ketiga anak saya yang tidak pernah menghormati orang tuanya,” kata Mak betangkup pun kemudian menelan tubuh Mak Minah, hingga yang tertinggal dari tubuh Mak Minah sebagian rambutnya sore hari, ketiga anaknya mulai merasa heran. Mereka sejak pagi tidak menjumpai emak mereka. Akan tetapi karena makanan yang ada cukup banyak, mereka akhirnya cuma makan lalu bermain-main kembali. Setelah hari kedua, makanan pun mulai habis. Anak-anak Mak Minah mulai kebingungan dan merasa lapar. Sampai malam mereka kebingungan mencari emaknya. Barulah pada keesokan harinya setelah mereka pergi ke tepi sungai, mereka menemukan ujung rambut Mak Minah yang terurai ditelan batu betangkup.“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu,” ratap mereka.“Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis.“Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya batu betangkup pun mengabulkan ratapan ketiga anak Mak Minah. Mak Minah dikeluarkan dari tangkupan batu betangkup. Mereka pun menjadi rajin membantu emak dan menyayangi Mak Minah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak bertahan lama. Beberapa waktu kemudian mereka berubah sifat kembali seperti semula. Suka bermain-main dan malas membantu orang Minah pun kembali sedih. Ia lalu mengunjungi lalu batu betangkup di tepi sungai. Ia kemudian ditelan lagi oleh batu betangkup tersebut. Anak-anak Mak Minah masih terus sibuk bermain-main. Menjelang sore hari, barulah mereka sadar bahwa emak mereka tak ada lagi. Mereka pun kembali mengunjungi batu betangkup di tepi sungai sambil meratap meminta agar emak mereka dikeluarkan oleh batu betangkup. Akan tetapi, kali ini batu betangkup sudah marah. Ia lalu berkata “Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya,” kata batu batangkup sambil menelan mereka. Batu batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul Rakyat Melayu Riau Batu Belah Batu Betangkup ini berasal Indragiri Hilir yang memberikan pelajaran kepada anak-anak khususnya, dan semua orang pada umumnya agar bisa bersikap baik terhadap orang tua. Rajin membantu, menyayangi dan tidak membantah perintah kedua orang tua. Cerita ini memiliki nilai pesan moral yang cukup baik untuk anak-anak dan semua orang. ***
0% found this document useful 0 votes345 views6 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes345 views6 pagesKisah Batu Belah Batu BertangkupJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Pernahkah kamu mendengar cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh? Kisah tersebut memiliki pesan moral yang cukup baik untuk buah hati tersayang. Kalau penasaran, cek artikel ini dan dapatkan juga unsur menariknya!Kalau kamu sedang mencari cerita yang memiliki pesan moral yang baik untuk buah hati tercinta, cobalah baca legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh ini. Melalui kisahnya, kamu bisa mengajarkan si kecil untuk lebih berbakti kepada kedua orang kisah dan pesan moralnya, akan lebih baik kalau kamu juga mengetahui unsur intrinsik lainnya. Sesudahnya, mengetahui beberapa fakta menarik di balik kisahnya bisa membuat pengetahuanmu jadi semakin penasaran, kan? Langsung saja simak cerita rakyat Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh di artikel ini dan dapatkan juga ulasan menariknya!Cerita Rakyat Batu Belah Batu Bertangkup Sumber Batu Belah Batu Bertangkup – Koleksi Cerita Melayu Klasik Pada zaman dahulu kala, di sebuah dusun di Gayo, Aceh, hiduplah satu keluarga petani yang miskin. Mereka hanya memiliki satu petak kecil ladang yang tak bisa menghidupi mereka sepenuhnya. Meskipun mereka juga memiliki dua ekor kambing, ternak tersebut kurus dan sakit-sakitan. Demi bisa menyambung hidup, mereka menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Hasil ikan atau burung yang terjerat dalam perangkap kemudian dijual di kota. Pada suatu hari, terjadi musim kemarau dahsyat dalam kurun waktu yang lama. Hal tersebut menjadikan sungainya kering dan tanaman meranggas. Keluarga petani pun merasa sedih dan kebingungan. Tak hanya tanaman-tanaman di ladang mati, tapi mereka juga tak bisa mencari ikan di sungai. Sang istri petani pun mencari cara untuk bisa membantu menghidupi keluarganya. Terkadang, ia membuat sebuah periuk dari tanah liat di pinggir sungai, lalu menjualnya ke kota. Namun, tetap saja penghasilannya tidak terlalu banyak. Petani tersebut memiliki dua orang anak. Sang sulung berumur delapan tahun, sementara si bungsu masih berusia satu tahun. Sang sulung memiliki sifat sangat nakal dan tidak sopan. Ia sering merengek kepada kedua orang tuanya untuk meminta uang, tanpa mempedulikan apakah mereka memiliki uang lebih atau tidak. Lebih parahnya lagi, ia tak pernah mau menjaga adiknya dan justru bermain sendiri tanpa memedulikan apa yang tengah dilakukan sang bungsu. Bahkan, si bungsu pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai karena tidak diawasi olehnya. Menggembalakan Kambing Suatu hari di musim kemarau, keluarga petani tersebut sudah tidak memiliki uang sama sekali. Mau tak mau, mereka harus menjual salah satu kambing ternak. Namun karena terlalu kurus, sang ayah khawatir tak akan ada orang yang mau membelinya. Setelah dipikirkan baik-baik, ia pun berencana untuk menggembalakan kambing tersebut di padang rumput agar bisa makan banyak dan menjadi lebih gemuk. Ia lalu meminta putra sulungnya untuk melakukan tugas itu. Sayangnya, si sulung adalah anak yang pemalas. Meskipun mengiyakan perintah sang ayah, bukan berarti ia akan melaksanakannya dengan baik. “Untuk apa aku menggembala jauh-jauh sampai ke padang rumput?” pikir si sulung, “lebih baik aku di sini saja agar bisa tidur di bawah pohon!” Benar saja, ia hanya membiarkan kambingnya berkeliaran bebas kemudian tidur di bawah pohon yang rindang sampai sore tiba. Ketika bangun dari tidurnya, kambing yang ia gembalakan sudah hilang. Bukannya berusaha untuk mencarinya, ia justru langsung pulang ke rumah. “Mana kambingnya, Sulung?” tanya ayahnya. Tanpa berpikir panjang, si sulung berdusta. “Maafkan aku, Ayah! Kambingnya hanyut di sungai.” Tentu saja ayahnya marah bukan main. Ia juga merasa sedih karena mereka sudah tak memiliki apa-apa untuk makan esok hari. Di tengah kebingungannya, ia pun memutuskan untuk berangkat ke hutan mengecek jeratan yang ia pasang hari sebelumnya. Akhir Hayat Sang Ayah Sesampainya di hutan, bukan main senangnya sang ayah ketika mendapati seekor anak babi hutan terjerat dalam jebakannya. Ia langsung berpikiran untuk menjual mahal babi hutan tersebut dan bisa membeli beras untuk keperluan makan selama satu minggu. Ia lalu melepaskan jerat yang mengikat kaki si anak babi hutan. Namun, mendadak dari arah semak belukar muncul dua bayangan hitam yang menyerbu sang petani dengan penuh amarah. Belum sempat melakukan sesuatu, dirinya sudah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka. Rupanya dua bayangan hitam itu adalah induk si anak babi hutan yang tengah marah karena anaknya ditangkap. Sang petani pun berusaha bangkit kemudian mencabut parangnya untuk melawan keduanya. Namun, nasib sang petani begitu malang. Parangnya yang sudah aus justru patah menjadi dua. Babi hutan pun menjadi semakin marah dan bersiap menyeruduknya. Petani tersebut pun lari tunggang langgang. Ketika melihat sebuah sungai kecil, ia berusaha untuk melompat. Namun, malang bagi sang petani, ia terpeleset dan akhirnya jatuh hingga kepalanya terantuk batu. Pada akhirnya, ia tewas tanpa diketahui oleh anak dan istrinya. Baca juga Legenda Gunung Kelud, Kisah Pengkhianatan Diah Ayu Beserta Ulasan Lengkapnya Segenggam Beras dan Periuk Harapan Di sisi lain, sang istri petani tengah memarahi putra sulungnya karena membuang segenggam beras terakhir yang mereka miliki ke dalam sumur. Hatinya pun diliputi kekecewaan. Ia tak menduga putra yang dikandungnya selama sembilan bulan itu kini tumbuh menjadi anak yang menyusahkan kedua orang tuanya. Karena sudah tak memiliki simpanan beras lagi, sang istri berniat untuk menjual periuk yang baru saja ia buat ke pasar. Ia pun meminta putra sulungnya untuk mengambilkan periuk yang masih ia jemur di belakang rumah. “Sulung, tolong ambilkan periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan di belakang rumah! Nanti ibu akan menjualnya ke pasar. Ketika nanti ibu ke pasar, jagalah adikmu karena ayahmu belum pulang,” pinta sang istri petani. Ketika mendengarnya, sang putra sulung merasa kesal. Bukannya menuruti perintah sang ibunda, ia justru menggerutu sendiri. “Untuk apa aku mengambil periuk itu? Lagipula kalau nanti ibu pergi ke pasar, aku harus menjaga si bungsu dan nggak bisa pergi bermain! Malas sekali rasanya! Lebih baik aku pecahkan saja periuknya!” gerutu si sulung. Kemudian, ia pun membanting periuk tanah liat yang akan dijual sang ibunda. Ketika mendengar suara periuk yang pecah, bukan main terkejutnya sang ibunda. Ia pun langsung pergi ke belakang rumah dan mendapati periuk yang telah pecah berkeping-keping di lantai. “Astaga, sulung! Tidak tahukah kamu kalau kita semua butuh makan? Kenapa kamu justru menghancurkan harta terakhir kita?” tanya sang ibunda dengan penuh air mata. Belum Ada Kapoknya Namun, tak ada penyesalan sama sekali dari dalam diri si sulung. Ia bahkan menjadi semakin nakal. Karena makanan yang tersisa di dapur hanyalah pisang, maka sang ibunda pun menyajikannya untuk makan siang kedua buah hati. Melihat pisang tersebut, si sulung marah dan menolak makan. “Aku kan bukan bayi lagi! Aku nggak mau makan pisang! Aku maunya nasi dengan gulai ikan!” teriak si sulung sambil membanting piringnya ke tanah. Mendengar hal itu, sang ibunda hanya bisa mengelus dadanya dengan penuh kesedihan. Di waktu yang sama, mendadak seorang tetangga datang memberikan kabar buruk. Ia memberitahukan bahwa ayah si sulung dan bungsu ditemukan tewas di tepi sungai. Hal itu langsung membuat air mata istri petani mengalir lebih deras. Ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib mereka selanjutnya tanpa keberadaan sang suami. Namun, si sulung justru tidak terlihat sedih sedikit pun. Bagi si sulung, hidupnya kini terasa lebih tenang karena sudah tidak ada lagi ayah yang akan selalu menyuruhnya melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Akhir Hidup Ibunda Karena merasa kehidupan mereka sudah tak lagi bisa dipertahankan, istri sang petani pun hanya bisa memeluk putra sulungnya dan menangis kencang. Kemudian, di antara tangisannya, ia berbisik pada putranya. “Sulung, ibu sudah merasa tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu terasa berat jika membayangkan hidup hanya bersamamu. Lebih baik ibu menuju ke Batu Belah saja untuk menyusul ayahmu. Jagalah adikmu baik-baik,” ucap sang ibunda. Istri petani itu pun kemudian pergi meninggalkan kedua buah hatinya menuju ke batu besar yang disebut Batu Belah Batu Bertangkup di pinggir sungai. Sesampainya di sana, wanita itu mendendangkan sebuah lagu. “Batu belah batu bertangkup. Hatiku alangkah merana. Batu belah batu bertangkup. Bawalah aku serta!” Sesaat setelah lagunya selesai, angin kencang bertiup dan membuat batu itu terbelah menjadi dua. Istri sang petani pun masuk ke dalamnya kemudian batunya kembali rapat. Setelah melihat hal itu, barulah muncul penyesalan di hati sang anak sulung. Ia langsung menangis keras dan memanggil-manggil ibunya. Bahkan, ia sampai berjanji akan menuruti semua perintah ibundanya dan tak akan nakal lagi. Namun, ia hanya bisa menangisi penyesalannya karena sang ibunda kini telah menghilang ditelan batu. Baca juga Dongeng tentang Kancil, Rusa, dan Harimau yang Seru Beserta Ulasannya Unsur Intrinsik Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh Sumber YouTube – Firman Hadi Menarik, kan, cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh yang kami siapkan di atas? Setelah mengetahui ceritanya, di artikel ini kamu juga bisa mengetahui beberapa unsur intrinsiknya, lho! Kalau penasaran, berikut ini ulasannya! 1. Tema Tema atau inti cerita dongengnya adalah tentang anak durhaka yang tidak menurut kepada orang tuanya. Hal tersebut terlihat dari kelakukan si anak sulung yang selalu membangkang dan merugikan hidup kedua orang tuanya. 2. Tokoh dan Perwatakan Di dalam kisah ini, terdapat tiga tokoh utama yang banyak disebutkan. Mereka adalah petani, istri sang petani, dan anak sulung. Selain itu, ada beberapa tokoh pendukung di dalam kisahnya, yaitu anak bungsu dan tetangga yang menemukan jenazah sang petani. Dari segi perwatakan, sang petani memiliki sifat pekerja keras dan selalu memikirkan keluarganya. Ia selalu berusaha sekuat mungkin untuk bisa menghidupi keluarganya. Istri sang petani pun memiliki sifat yang sama, ia juga bekerja keras membantu menafkahi keluarganya. Sementara sang anak sulung memiliki sifat yang tak baik. Selain pemalas, ia juga tidak menuruti perintah kedua orang tuanya dan sering berbohong. Bahkan, ia sempat merasa senang ketika ayahnya meninggal, karena tidak perlu melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai. 3. Latar Ada beberapa latar tempat yang disebutkan di dalam cerita legenda Batu Belah Bertangkup dari Aceh ini. Di antaranya adalah dusun di Gayo, Aceh, hutan tempat sang ayah mengecek hewan tangkapan, sungai tempat sang ayah meninggal, kediaman sang petani, dan batu besar yang ada di pinggir sungai. 4. Alur Alur yang digunakan dalam legenda Batu Belah Batu Bertangkup ini adalah maju. Kisahnya bermula saat ada keluarga petani miskin yang merasa hidupnya semakin sulit. Namun, anak sulung mereka memiliki sifat pemalas dan tidak suka membantu kedua orang tuanya. Bahkan, yang ada dia justru sering merepotkan. Konflik mulai muncul ketika sang ayah meninggal dunia karena harus melarikan diri dari babi hutan. Belum lagi sang putra sulung justru semakin sering merepotkan ibunya. Hingga akhirnya, sang ibunda memutuskan untuk masuk ke dalam batu belah batu bertangkup. 5. Pesan Moral Pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita batu belah batu bertangkup ini adalah seorang anak sudah sepatutnya bersikap baik dan santun kepada kedua orang tuanya. Selain itu, jangan pernah membantah setiap perintah baik orang tua. Yakinlah bahwa mereka pasti ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati tercinta. Selain intrinsik, di dalam kisah ini juga bisa ditemukan unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah norma sosial, budaya, dan moral yang berlaku di masyarakat sekitar. Baca juga Cerita Rakyat Asal-Usul Gunung Semeru Beserta Ulasan Menariknya Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup Sumber Wikimedia Commons Setelah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, kamu bisa mengetahui fakta menariknya. Berikut ini kami sediakan ulasannya 1. Ada Versi Lainnya Selain berasal dari Aceh, rupanya ada beberapa versi cerita Batu Belah Batu Bertangkup dari daerah lain, seperti Riau atau Malaysia. Meskipun setiap versinya berbeda, tapi kurang lebih inti ceritanya masih tetap sama. Pada cerita versi Riau, tokohnya adalah seorang ibu bernama Mak Minah dan tiga anaknya. Sementara versi Malaysia memiliki tokoh Mak Tanjong yang memiliki dua anak, Melor dan Pekan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, kisah dari ketiga versi ini kurang lebih sama. Namun, tetap ada sedikit perbedaannya. Salah satunya adalah pada versi Riau, sang ibunda dua kali masuk ke dalam batu belah. Alasannya karena ketika pertama kali masuk ke dalam batunya, ketiga anaknya sempat berjanji untuk menuruti perintah sang ibunda dan tak lagi nakal. Namun, karena janji tersebut tak ditepati, akhirnya Mak Minah kembali masuk ke dalam batu bertangkup dan tak keluar lagi. Jika perbedaan dengan versi Riau terletak pada banyaknya sang ibunda masuk ke dalam batu, pada versi Malaysia perbedaannya terletak pada alasan masuk ke batu. Alasannya karena kedua buah hatinya selalu menghabiskan seluruh makanan, tanpa mempedulikan sang ibunda yang sudah bekerja keras untuk mendapatkannya. Mereka tak menyisakan sedikit pun telur ikan untuk sang ibunda. Dengan penuh kecewa karena merasa tak lagi disayangi, Mak Melor pun memilih untuk masuk ke dalam batu betangkup dan tak pernah kembali lagi. Selain itu, perbedaan lainnya adalah, pada versi Malaysia, Batu Belah merupakan batu besar yang memiliki lubang menganga besar seperti gua. Batu tersebut kabarnya sering menelan manusia yang bersemedi di dekatnya. 2. Batu Belah Batu Bertangkup yang Asli Karena ada banyak versi cerita, tidak ada yang mengetahui dengan pasti letak Batu Belah Batu Bertangkup yang asli. Di Taman Sentosa, Malaysia, sendiri sebenarnya terdapat replika batu belah. Namun, tak ada yang mengetahui dengan pasti apakah batu tersebut ada hubungan dengan ceritanya. Selain itu, di kawasan hutan pinus Desa Peunaron, Gayo, Aceh juga terdapat lokasi wisata Batu Belah Batu Bertangkup. Namun, karena lokasinya yang jauh di tengah hutan, tidak banyak orang yang mengetahui lokasinya atau bahkan mengunjunginya. Menariknya, di Pulau Pandang, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, terdapat sebuah tempat wisata yang diberi nama Batu Belah. Nama tersebut diberikan karena bentuk batu besar tersebut memang terbelah rapi seolah dipotong dengan benda tajam. Namun, tak ada yang mengetahui apakah ada kisah lain di baliknya. Baca juga Legenda Roro Mendut dan Ulasannya, Kisah Seorang Wanita Cantik Bernasib Tragis Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh sebagai Cerita Sebelum Tidur Itulah tadi cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup yang berasal dari Aceh. Bagus dan cocok dijadikan dongeng sebelum tidur, kan? Apalagi ada pesan moral yang baik di dalamnya pula. Kalau masih ingin mencari kisah lain yang tak kalah baik, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan kisah hikayat Si Miskin, legenda Putri Hijau, atau cerita Kancil dan Siput. PenulisRizki AdindaRizki Adinda, adalah seorang penulis yang lebih banyak menulis kisah fiksi daripada non fiksi. Seorang lulusan Universitas Diponegoro yang banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, menonton film, ngebucin Draco Malfoy, atau mendengarkan Mamamoo. Sebelumnya, perempuan yang mengklaim dirinya sebagai seorang Slytherin garis keras ini pernah bekerja sebagai seorang guru Bahasa Inggris untuk anak berusia dua sampai tujuh tahun dan sangat mencintai dunia anak-anak hingga sekarang. EditorNurul ApriliantiMeski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu "nyemplung" di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.
Cerita Rakyat Indonesia yang paling popular dikalangan masyarakat Indonesia pernah kami tulis dalam posting Cerita Rakyat Indonesia Paling Populer Dari Pulau Jawa. Kali ini kami memposting salah satu dari contoh cerita rakyat nusantara yang paling menarik. Cerita rakyat pendek ini mengisahkan seorang Ibu yang hidup dengan kedua anaknya. Yuk kita ikuti kisahnya bersama-sama. Pada zaman dahulu, di sebuah desa. Tinggallah seorang Janda yang bernama Mbok Minah. Ia tinggal dengan kedua anaknya. Anak yang pertama seorang Laki-laki dan anak Mbok Minah yang ke dua seorang perempuan. Contoh Cerita Rakyat Indonesia Legenda Batu Batangkup Mbok Minah selalu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya. Ia selalu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan di jual ke pasar. Hasil dari penjualannya tersebut di gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kedua anaknya sangat nakal dan pemalas. Kerjaannya hanya main-main saja. Mereka tidak pernah membantu Mbok Minah. Mereka selalu membantah perkataan emaknya dan membuat Mbok Minah sedih dan menangis. Mbok Minah sudah tua dan sakit-sakitan. Namun, kedua anaknya selalu bermain tanpa mengenal waktu dan kadang sampai larut malam. Mak Minah sering menangis dan meratapi dirinya. “Yaaa Tuhan, hamba. Sadarkanlah anak hamba yang tidak pernah ingin menghormati ibunya,” Mbok Minah berdoa di antara tangisnya. Pada suatu hari. Mbok Minah memanggil kedua anaknya. Namun, Kedua anaknya tidak menghiraukan panggilan ibunya tersebut malah asik bermain. Mbok Minah pun terus memanggil kedua anaknya. Dan tetap sama, mereka sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Akhirnya, mbok Minah pergi ke dapur untuk membuatkan makanan, meskipun badannya terasa sangat lemas. Tidak lama kemudian, makanan sudah siap. Mbok Minah segera memanggil kedua anaknya. ’ Anak-anakku ayo pulang. Makanan sudah siap.’’ Ujar Mbok Minah. Mendengar makanan sudah siap, mereka langsung berlari menuju dapur. Mereka makan dengan sangat lahap dan menghabiskan semua makanan tanpa menyisakan sedikitpun untuk emaknya. Mbok Minah menahan rasa laparnya. Kedua anaknya kembali bermain dan sama sekali tidak membantu Mbok Minah mencuci piring. Ketika malam semakin larut. Sakitnya Mbok Minah semakin parah. Namun, anaknya sama sekali tidak mempedulikannya sampai Mbok Minah tertidur sangat lelap. Suatu hari. Mbok Minah menyiapkan makanan yang sangat banyak untuk kedua anaknya. Setelah itu, Mbok Minah langsung pergi ke tepi sungai mendekati sebuah batu. batu tersebut dapat berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali seperti karang. Orang-orang di desa tersebut menyebutnya Batu Batangkup Mbok Minah mendatangi Batu Batangkup dengan perasaan sangat sedih. ’ Wahai Batu yang dapat bicara. Saya sudah tidak sanggup hidup dengan kedua anak yang sudah durhaka kepada orang tuanya. Kedua anak yang tidak pernah mempedulikan keberadaanku dan tidak pernah menghormati orang tuanya. Aku mohon. Tolong telanlah aku sekarang juga.’’ Kata Mbok Minah menangis. ’ Apakah engkau tidak menyesal dengan permintaan mu ini Mbok Minah? Bagaimana nasib kedua anakmu nanti?’’ jawab Batu Batangkup. ’ Aku tidak akan pernah menyesal. Mereka bisa hidup sendiri. Mereka juga tidak pernah menganggapku dan peduli pada emaknya.’’ Kata Mbok Minah. ’ Baiklah Mbok Minah. Jika itu mau mu. Akan aku kabulkan.’’ Dalam sekejap, Batu Batangkup langsung menelan Mbok Minah, dan meninggalkan rambut panjangnya. Kedua anaknya pun merasa heran. Karena tidak bertemu dengan emaknya dari pagi. Namun, mereka tetap tidak mempedulikan emaknya. Karena makanan yang lumayan banyak. Mereka hanya makan dan kembali bermain. Namun, setelah dua hari makanan pun habis. Mereka mulai kebingungan dan mulai merasa lapar. Sudah dua hari berlalu. Namun, emaknya belum juga kembali Keesokkan harinya, mereka mencari Mbok Minah sampai menjelang malam. Namun, tidak bisa menemuka emaknya. Keesokkan harinya lagi. Mereka mencari di sekita sungai. Mereka melihat Batu Batangkup dan melihat ujung rambut Mbok Minah yang terurai. Mereka segera berlari menghampiri Batu Batangkup tersebut. ’ Wahai Batu Batangkup. Tolong keluarkan emak kami. Kami sangat membutuhkan emak kami.’’ Ratap mereka sedih. ’ Tidak!! Aku tidak akan mengeluarkan Mbok Minah keluar dari perutku. Kalian membutuhkannya karena lapar. Kalian tidak menyayangi dan menghormati emak kalian.’’ Jawab Batu Batankup. “Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup. Namun, tindakan mereka hanya sebentar. Setelah itu mereka kembali pada kebiasaan lamanya, pemalas, tidak mau membantu emaknya, tidak menghargai dan menghormati orang tua. Dan kerjaannya hanya bermain dan bermain. Mbok Minah merasa sangat sedih karena kejadian sebelumnya terulang kembali. Ia pun memutuskan kembali untuk di telan oleh Batu Batangkup. Namun, kedua anaknya asik bermain dari pagi sampai menjelang sore. Mereka pun menyadari dan tidak melihat emaknya. Keesokan harinya, mereka mendatangi Batu Batangkup dan kembali menangis dan memohon agar emaknya di keluarkan kembali. Namun, Batu Batangkup sangat marah. ’ Kalian anak-anak yang tidak tahu di untung. Kalian hanya anak nakal yang bisanya Cuma main dan main. Sekarang penyesalan kalian tidak aka nada gunanya.’’ Kata Batu Batangkup dengan nada tinggi. Batu Batangkup pun langsung menelan kedua anak nakal tersebut masuk kedalam tanah. Mereka pun sampai sekarang tidak pernah kembali. Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Batu Batangkup adalah hormati dan sayangi kedua orang tuamu karena kesuksesan dan kebahagianmu dimasa depan akan sangat tergantung dari doa mereka. Ikuti koleksi cerita rakyat menarik lainnya pada posting berikut ini Dongeng Cerita Rakyat Indonesia Cindelaras dan 5 Cerita Rakyat Fabel Nusantara Dongeng Sebelum Tidur
cerita batu belah batu bertangkup